Preloader logo

Depresiasi Rupiah

DENGAN kurs tengah Rp8.991 per dolar Amerika Serikat (AS) per triwulan IV tahun 2010, Produk Domestik Bruto (PDB) harga berlaku Indonesia senilai 187,03 miliar dolar AS.

Dengan kurs tengah Rp14.404 per dolar AS per triwulan II tahun 2018, PDB harga berlaku Indonesia senilai 255,76 miliar dolar AS per triwulan II tahun 2018.

Berbeda halnya apabila kurs tengah misalkan berhasil stabil pada angka Rp8.991 per dolar AS, maka PDB Indonesia menjadi 409,73 miliar dolar AS.

Dengan kurs yang stabil, maka PDB Indonesia dapat mencapai 1,6 kali lipat dibandingkan persoalan depresiasi rupiah yang terus-menerus kurang terkelola.

Depresiasi rupiah terjadi karena neraca pembayaran Indonesia yang semula mengalami surplus berubah menjadi defisit. Defisit yang membesar.  Itu artinya mata uang dolar AS menjadi lebih banyak yang keluar dari Indonesia dibandingkan yang masuk. Perubahan dalam neraca pembayaran tadi, disebabkan oleh perubahan neraca perdagangan migas yang berubah dari surplus menjadi defisit terus-menerus, serta defisit ini membesar.

Selanjutnya, karena defisit jasa transportasi pelayaran dalam melayani perdagangan ekspor dan impor, defisit pembayaran pendapatan ekuitas untuk pendapatan investasi, defisit pendapatan investasi portofolio, pembayaran pendapatan bunga utang untuk pendapatan investasi portofolio, pembayaran pendapatan investasi lainnya, dan pembayaran pendapatan bunga utang.

Singkat kata, upaya menstabilkan kurs rupiah, minimal menahan depresiasi rupiah memerlukan serangkaian langkah strategis yang tidak dapat dilakukan dengan mengandalkan cara-cara populis berjangka pendek secara cepat, seperti beramai-ramai menukarkan dolar AS ke rupiah.

Gerakan Aku Cinta Indonesia dan menjual dolar AS ke rupiah yang pernah dilakukan pada waktu krisis moneter di Indonesia tahun 1996-1997, namun cara seperti itu tidak mampu membendung terjadinya krisis ekonomi tahun 1998.

Langkah menstabilkan rupiah juga tidak dapat dilakukan dengan menaikkan 1.417 tarif impor, karena langkah menaikkan tarif impor pada kasus persaingan tarif antara Turki dan AS membuat perekonomian Turki lebih terpuruk. Menaikkan tarif impor akan membuat laju inflasi dalam negeri naik. Disamping itu akan menimbulkan tindakan balasan dari negara-negara eksportir yang menjadi mitra dagang Indonesia.

Tindakan mengencerkan bahan bakar minyak dalam bentuk biosolar dan biofuel lainnya menggunakan mandat hanya dapat berjalan apabila harga BBM fosil lebih tinggi dibandingkan biaya produksi biofuel. Mandat biofuel tahun 2006 yang sempat terlaksana itu kemudian berakhir ketika fenomena BBM harga tinggi di atas 100 dolar AS per barel berubah menurun menjadi 40 dolar AS per barel.

Oleh karena itu, pemerintah perlu menyelesaikan tekanan depresiasi rupiah menggunakan metode yang lebih mendasar terhadap persoalan yang menyebabkan depresiasi rupiah di atas. [***]

Sugiyono Madelan
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dosen Pascasarjana Universitas Mercu Buana

sigabah.com | rmol.co

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}