Preloader logo

BERCINCIN “KARENA ALLAH” (Bagian III)

Alternatif Hukum

Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum haram yang dimaksud telah dianulir tingkat akurasinya menjadi makruh atau karahah (كراهة),  atau makruh tanzih dalam istilah ulama fiqih hanafiyyah. Sementara makruh atau karahah dalam definisi para ulama mengandung pengertian sebagai berikut:

الكَرَاهَةُ هُوَ خِطَابُ اللهِ تَعَالَى يَقْتَضِي التَّرْكَ  إِقْتِضَاءً غَيْرَ جَازِمٍ

“Al-karahah adalah khitab Allah yang menuntut agar ditinggalkan suatu pekerjaan dengan tuntutan yang tidak tegas atau tidak keras.

الْمَكْرُوهُ هُوَ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ وَلاَ يُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ.

Al-Makruh adalah suatu perbuatan yang dikenai pahala (pelaksananya) apabila ditinggalkan dan tidak dikenai siksaan (pelakunya) apabila dikerjakan.

Perubahan tingkat akurasi hukum ini berdasakan atas sejumlah fakta syar’I tentang beberapa shahabat Nabi saw. yang memakai cincin emas pasca diturunkannya larangan tentang itu, antara lain al-Barra bin Azib dan Sa’ad bin Abu Waqash. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari Abu as-Safar, ia berkata:

رَأَيْتُ عَلَى الْبَرَاءِ خَاتَمَ ذَهَبٍ

Saya melihat cincin emas pada al-Bara.” [1]

Kasus al-Bara diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad disertai penjelasan lengkap tentang hujah al-Bara dalam menggunakannya, sebagaimana dilaporkan Muhammad bin Malik sebagai berikut:

رَأَيْتُ عَلَى الْبَرَاءِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ وَكَانَ النَّاسُ يَقُولُونَ لَهُ لِمَ تَخَتَّمُ بِالذَّهَبِ وَقَدْ نَهَى عَنْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الْبَرَاءُ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيْهِ غَنِيمَةٌ يَقْسِمُهَا سَبْيٌ وَخُرْثِيٌّ قَالَ فَقَسَمَهَا حَتَّى بَقِيَ هَذَا الْخَاتَمُ فَرَفَعَ طَرْفَهُ فَنَظَرَ إِلَى أَصْحَابِهِ ثُمَّ خَفَّضَ ثُمَّ رَفَعَ طَرْفَهُ فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ ثُمَّ خَفَّضَ ثُمَّ رَفَعَ طَرْفَهُ فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ ثُمَّ قَالَ أَيْ بَرَاءُ فَجِئْتُهُ حَتَّى قَعَدْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَأَخَذَ الْخَاتَمَ فَقَبَضَ عَلَى كُرْسُوعِي ثُمَّ قَالَ خُذْ الْبَسْ مَا كَسَاكَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ قَالَ وَكَانَ الْبَرَاءُ يَقُولُ كَيْفَ تَأْمُرُونِي أَنْ أَضَعَ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَسْ مَا كَسَاكَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

“Saya melihat cincin emas pada tangan al-Bara’, dan orang-orang berkata kepadanya, ‘Mengapa engkau menggunakan cincin emas, padahal tentang itu sungguh telah dilarang oleh Nabi saw.’ Maka al-Bara’ berkata, ‘Ketika kami berada dekat Rasulullah saw., dan ganimah berupa tawanan dan perabot rumah ada di hadapan beliau yang hendak dibagikan.’ Ia (al-Bara’) berkata,  ‘Maka beliau membagikannya hingga tersisa cincin ini. Lalu beliau mengangkat matanya, kemudian memandang para shahabatnya. Lalu menunduk, kemudian mengangkat lagi, lalu memandang mereka.  Lalu menunduk, kemudian mengangkat lagi, lalu memandang mereka. Selanjutnya, beliau berkata, ‘Wahai Bara.’ Lalu saya mendatangi beliau, sehingga saya duduk di hadapannya, lalu beliau mengambil cincin, kemudian menggenggam kursu’ saya, kemudian berkata, ‘Ambil, pakailah apa yang Allah dan Rasul-Nya pakaikan kepadamu.’ Al-Bara’ berkata, ‘Bagaimana bisa kalian memerintah saya untuk melepaskan barang yang dikatakan Rasulullah saw.: ‘pakailah apa yang Allah dan Rasul-Nya pakaikan kepadamu’.” HR. Ahmad. [2]

Hadis di atas diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la dengan redaksi sebagai berikut:

رَأَيْتُ عَلَى الْبَرَاءِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَقِيلَ لَهُ مِنْ أَجْلِهِ قَالَ : قَسَمَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَفَضَلَ هَذَا الْخَاتَمُ ، فَقَالَ : مَنْ تَرَوْنَ أَحَقَّ بِهَذَا ؟ ثُمَّ قَالَ : ادْنُ يَا بَرَاءُ ، فَأَلْبَسَنِي فِي إِصْبَعِي ، وَقَالَ : الْبَسْ مَا كَسَاكَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ.

“Saya melihat cincin emas pada tangan al-Bara’, karena itu ia dikecam orang-orang. Maka al-Bara’ berkata, ‘Rasulullah saw., telah membagikan ganimah, maka tersisa cincin ini. Lalu beliau berkata, ‘Menurut kalian, siapa yang berhak dengan barang ini?’ Selanjutnya, beliau berkata, ‘Wahai Bara’, mendekatlah.’ Lalu memakaikannya pada jari saya, dan berkata, ‘Pakailah apa yang Allah dan Rasul-Nya pakaikan kepadamu.’ HR. Abu Ya’la. [3]

Sementara penggunaan cincin emas oleh Sa’ad bin Abu Waqas dilaporkan oleh putranya, Mush’ab bin Sa’ad, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abu Syaibah. [4]

Selain al-Barra dan Sa’ad terdapat nama lain di kalangan sahabat yang menggunakan cincin emas, sebut saja  Hudzaifah, Thalhah bin Ubaidullah, Jabir bin Samurah, Abdullah bin Yazid, dan Abu Usiad. Bahkan, Muhammad bin Ismail menyebut sekitar 6 atau 7 orang shahabat yang memakai cincin emas. [5]

Penggunaan cincin emas bagi laki-laki dikukuhkan pula oleh Anas bin Malik, ketika ditanya oleh Abu al-Qasim al-Azdi

سَأَلْتُ أنَسَ بْنَ مَالِكٍ : أَتَخَتَّمُ بِخَاتَمٍ مِنْ ذَهَبٍ ؟ فَقَالَ : نَعَمْ ، وَإِنْ شِئْتَ مِنْ فِضَّةٍ ، لاَ يَضُرُّكَ ، وَلَكِنْ لاَ تَطْعَمْ فِي إِنَاءِ ذَهَبٍ ، وَلاَ فِضَّةٍ.

“Saya bertanya kepada Anas bin Malik, ‘Apakah Anda memakai cincin emas?’ Makai a menjawab, ‘Benar, dan jika kamu mahu memakai cincin perak hal itu tidak membahayakanmu, namun janganlah kamu makan pada bejana emas dan perak’.” HR. Ibnu Abu Syaibah. [6]

Sementara dalam laporan Abdurrahman bin Muhajir disebutkan:

رَأَيْتُ فِيَ يَدِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ الله عَنْهُ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ

“Saya melihat cincin emas pada tangan Anas bin Malik.”[7]

Kebenaran informasi tentang sejumlah shahabat di atas dikukuhkan oleh sejumlah ulama, seperti Imam ath-Thahawi, Ibnu Hajar al-Asqalani, Syekh Mula Ali al-Qari[8], dan Syekh al-Albani. [9]  Imam ath-Thahawi menyatakan:

فَذَهَبَ قَوْمٌ إلَى إبَاحَةِ لُبْسِ خَوَاتِمِ الذَّهَبِ لِلرِّجَالِ , وَاحْتَجُّوا فِي ذَلِكَ بِهَذَا الْحَدِيثِ . وَقَالُوا : قَدْ رُوِيَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ  أَنَّهُمْ كَانُوا يَلْبَسُونَ خَوَاتِيمَ الذَّهَبِ

“Sebagian kaum berpendapat dibolehkannya memakai cincin emas bagi laki-laki, dan mereka berhujjah dengan hadis itu. Mereka mengatakan, ‘Sungguh telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat Rasulullah saw. bahwa mereka memakai cincin emas’.” [10]

Dalam bahasa Ibnu Hajar:

وَقَدْ جَاءَ عَنْ جَمَاعَة مِنْ الصَّحَابَة لُبْس خَاتَم الذَّهَب ، مِنْ ذَلِكَ مَا أَخْرَجَهُ اِبْن أَبِي شَيْبَة مِنْ طَرِيق مُحَمَّد بْن أَبِي إِسْمَاعِيل أَنَّهُ رَأَى ذَلِكَ عَلَى سَعْد بْن أَبِي وَقَاصّ وَطَلْحَة بْن عُبَيْد اللَّه وَصُهَيْب وَذَكَرَ سِتَّة أَوْ سَبْعَة ، وَأَخْرَجَ اِبْن أَبِي شَيْبَة أَيْضًا عَنْ حُذَيْفَة وَعَنْ جَابِر بْن سَمُرَة وَعَنْ عُبَيْد اللَّه بْن يَزِيد الْخَطْمِيّ نَحْوه ، وَمِنْ طَرِيق حَمْزَة بْن أَبِي أُسَيْد ” نَزَعْنَا مِنْ يَدَيْ أَبِي أُسَيْدَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ “

“Sungguh terdapat keterangan pemakaian cincin emas dari sejumlah shahabat Nabi saw., di antaranya diriwayatkan Ibnu Abu Syaibah melalui jalur Muhammad bin Ismail bahwa ia melihat hal itu pada Sa’ad bin Abu Waqas, Thalhah bin Ubaidullah, dan Suhaib, dan ia menyebut sekitar 6 atau 7 orang shahabat (yang memakai cincin emas). Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan pula yang semakna dari Hudzaifah, Jabir bin Samurah, dan Ubaidullah bin Yazid al-Khathmiy. Juga melalui Hamzah bin Abu Usaid, yang menyatakan, “Kami mencabut cincin emas dari tangan Abu Usiad (ketika ia wafat).

وَأَغْرَبَ مَا وَرَدَ مِنْ ذَلِكَ مَا جَاءَ عَنْ الْبَرَاء الَّذِي رَوَى النَّهْي ، فَأَخْرَجَ اِبْن أَبِي شَيْبَة بِسَنَدٍ صَحِيح عَنْ أَبِي السَّفَر قَالَ: رَأَيْت عَلَى الْبَرَاء خَاتَمًا مِنْ ذَهَب. وَعَنْ شُعْبَة عَنْ أَبِي إِسْحَاق نَحْوه أَخْرَجَهُ الْبَغَوِيُّ فِي الْجَعْدِيَّات وَأَخْرَجَ أَحْمَد مِنْ طَرِيق مُحَمَّد بْن مَالِك قَالَ: رَأَيْتُ عَلَى الْبَرَاءِ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ : قَسَمَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْمًا فَأَلْبَسَنِيهِ فَقَالَ : الْبَسْ مَا كَسَاكَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ

“Dan keterangan tentang itu (memakai cincin emas) dipandang ganjil berdasarkan riwayat dari al-Barra, yang meriwayatkan hadis larangan. Maka Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari Abu as-Safar, ia berkata, ‘Saya melihat cincin emas pada al-Bara.’ Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan pula yang semakna dari jalur Syu’bah, dari Abu Ishaq. Hadis al-Bara diriwayatkan pula oleh al-Baghawi dalam kitab al-Ja’diyyat. Sementara Ahmad meriwayatkan melalui jalur Muhammad bin Malik, ia berkata, ‘Rasulullah saw., telah membagikan ganimah, lalu beliau memakaikannya pada jari saya, dan berkata, ‘Pakailah apa yang Allah dan Rasul-Nya pakaikan kepadamu.’ [11]

Meski begitu, terdapat sebagian ulama yang berpendapat bahwa keterangan tentang adanya para shahabat menggunakan cincin emas itu menunjukkan dua kemungkinan: (1) Hal itu dilakukan mereka pada masa awal sebelum datang pengharamannya. Jadi hukum kebolehannya telah kedaluwarsa (mansukh); (2) kabar pengharamannya tidak sampai kepada mereka.

Pendapat di atas telah ditanggapi oleh Ibnu Hajar, terutama dalam kasus al-Bara, sebagai berikut:

قُلْت : لَوْ ثَبَتَ النَّسْخُ عِنْدَ الْبَرَاءِ مَا لَبِسَهُ بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ رُوِيَ حَدِيثُ النَّهْيِ الْمُتَّفَقُ عَلَى صِحَّتِهِ عَنْهُ ، فَالْجَمْعُ بَيْنَ رِوَايَتِهِ وَفِعْلِهِ ، إِمَّا بِأَنْ يَكُونَ حَمَلَ النَّهْيَ عَلَى التَّنْزِيهِ ، أَوْ فَهِمَ الْخُصُوصِيَّةَ مِنْ قَوْلِهِ الْبَسْ مَا كَسَاكَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ ، وَهَذَا أَوْلَى مِنْ قَوْلِ الْحَازِمِيّ : لَعَلَّ الْبَرَاءَ لَمْ يَبْلُغْهُ النَّهْيُ

“Menurut saya, sekiranya ketetapan nasakh telah pasti menurut al-Bara tentu ia tidak memakainya setelah Nabi saw. wafat, dan benar diriwayatkan hadis larangan memakai cincin emas dari al-Bara, yang disepakati kesahihannya. Maka kompromi antara riwayat larangan dan pemakaian (lebih utama) melalui pemaknaan berikut: (1) Hadis larangan dimaknainya sebagai makruh tanzih; (2) kebolehan itu sebagai kekhususan baginya, berdasarkan sabda Nabi saw., ‘‘Pakailah apa yang Allah dan Rasul-Nya pakaikan kepadamu.’ Pemaknaan ini lebih utama daripada perkataan al-Hazimi, ‘Barangkali larang itu tidak sampai pada al-Bara’.”[12]

By Amin Muchtar, sigabah.com/beta

Lampiran Teks Riwayat Shahabat Pengguna Cincin

Riwayat tentang Hudzaifah:

كَانَ فِي يَدِهِ خَاتَمٌ مِنْ ذَهَبٍ فِيهِ يَاقُوتَةٌ.

“Pada tangannya terdapat cincin emas bermata yaqut (jenis batu mulia).” HR. Ibnu Abu Syaibah, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.152.

Riwayat tentang Jabir bin Samurah:

عَنْ سِمَاكٍ ، قَالَ : رَأَيْتُ عَلَى جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ

 Dari Simak, ia berkata, “Saya melihat cincin emas pada Jabir bin Samurah.” HR. Ibnu Abu Syaibah, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.156.

Riwayat tentang Thalhah, melalui Muhammad bin Ismail:

حَدَّثَنِي مَنْ رَأَى طَلْحَةَ بْنَ عُبَيْدِ اللهِ وَذَكَرَ سِتَّةً ، أَوْ سَبْعَةً يَلْبَسُ خَوَاتِيمَ الذَّهَبِ

 “Telah menceritakan kepada saya orang yang telah melihat Thalhah bin Ubaidullah dan ia menerangkan 6 atau orang shahabat yang memakai cincin emas.” HR. Ibnu Abu Syaibah, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.154.

Riwayat tentang Abdullah bin Yazid

عَنْ ثَابِتِ بْنِ عُبَيْدٍ ، قَالَ : رَأَيْتُ عَلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ.

Dari Tsabit bin Ubaid, ia berkata, “Saya melihat cincin emas pada Abdullah bin Yazid.” HR. Ibnu Abu Syaibah, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.158.

Riwayat tentang Abu Usaid

عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدَ ، وَالزُّبَيْرِ بْنِ الْمُنْذِرِ بْنِ أَبِي أُسَيْدَ ، قَالاَ نَزَعْنَا مِنْ يَدِ أَبِي أُسَيْدَ خَاتَمَ ذَهَبٍ حِينَ مَاتَ ، وَكَانَ بَدْرِيًّا.

Dari Hamzah bin Abu Usaid dan az-Zubair bin Abu Usaid, keduanya berkata, “Kami mencabut cincin emas dari tangan Abu Usiad ketika ia wafat, dan ia termasuk shahabat yang turut serta dalam perang Badar.” HR. Ibnu Abu Syaibah, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.159.

[1]Lihat, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.157

[2]Lihat, Musnad Ahmad, IV:294, No. 18.625. Sanad hadis ini dinilai dhaif oleh Syekh Syu’aib al-Arnauth dalam tahqiq Musnad Ahmad, tanpa menjelaskan penyebab kedaifannya. Boleh jadi karena ada anggapan bahwa salah seorang rawi hadis ini, Muhammad bin Malik tidak pernah menerima hadis apapun dari al-Barra bin Azib. Anggapan ini telah dibantah sejumlah ulama, antara lain Imam al-Haitsami, bahwa pada hadis ini terdapat keterangan dari Muhammad bin Malik yang cukup meyakinkan akan ketersambungan mata rantai periwayatannya dari al-Barra dengan menyatakan: “Saya melihat pada al-Barra.” Lihat, Majma’ al-Zawaa’id wa Manba al-Fawaa’id, V:151

[3]Lihat, Musnad Abu Ya’la, III:259, No. 1708

[4]Lihat, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.153

[5]Teks riwayat pengguna cincin emas dari kalangan shahabat dapat dibaca selengkapnya pada lampiran.

[6]Lihat, Mushannaf Ibnu Abu Syaibah, V:195, No. 25.160.

[7]Dikutip oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Mathaalib al-‘Aaliyyah, VII:17

[8]Dalam kitabnya Jama’ al-Wasaa’il fii Syarh asy-Syamaa’il

[9]Lihat, Silsilah al-Ahaadits adh-Dha’iifah wa al-Mawdhuu’ah, XIV:264

[10]Lihat, Syarh Ma’ani al-Atsar, IV:259

[11]Lihat, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, Juz 10, hlm. 317

[12]Ibid.

Your email address will not be published. Required fields are marked *

#main-content .dfd-content-wrap {margin: 0px;} #main-content .dfd-content-wrap > article {padding: 0px;}@media only screen and (min-width: 1101px) {#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars {padding: 0 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars > #main-content > .dfd-content-wrap:first-child {border-top: 0px solid transparent; border-bottom: 0px solid transparent;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width #right-sidebar,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width #right-sidebar {padding-top: 0px;padding-bottom: 0px;}#layout.dfd-portfolio-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel,#layout.dfd-gallery-loop > .row.full-width > .blog-section.no-sidebars .sort-panel {margin-left: -0px;margin-right: -0px;}}#layout .dfd-content-wrap.layout-side-image,#layout > .row.full-width .dfd-content-wrap.layout-side-image {margin-left: 0;margin-right: 0;}